Menembus Batas, Membangun Kemandirian Ekonomi Desa melalui Sistem Akuntansi
"Pelajari bagaimana penerapan sistem akuntansi offline dapat memberdayakan ekonomi desa di Indonesia. Penelitian Prof. Iskandar Muda mengungkap tantangan dan solusi bagi BUMDes untuk mencapai transparansi keuangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat."
Hiruk-pikuk digitalisasi yang terus berkembang di Indonesia tidak dirasakan oleh desa-desa terpencil yang masih berjuang dengan keterbatasan akses internet, sehingga menghambat berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi desa. Sebagai negara dengan lebih dari 74.000 desa, Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga menyentuh sendi-sendi kehidupan di daerah pedalaman. Di sinilah tantangan terbesar muncul: bagaimana caranya memberdayakan ekonomi desa dengan sistem akuntansi berbasis digital, ketika sebagian besar desa bahkan belum terhubung dengan jaringan internet?
Penelitian yang digagas ahli dari Universitas Sumatera Utara, Indonesia, yakni Prof. Iskandar Muda dan Erlina, berangkat dari kenyataan pahit tersebut. Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan telah mengupayakan berbagai solusi untuk mengatasi keterbatasan akses ini, salah satunya dengan memfokuskan diri pada penerapan sistem akuntansi offline untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, meskipun solusi ini terdengar menjanjikan, proses implementasinya tidaklah mudah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk memastikan keberhasilan penerapan aplikasi akuntansi offline di desa-desa yang terisolasi dari perkembangan teknologi modern.
Prof. Iskandar Muda menjelaskan bahwa sistem akuntansi, khususnya untuk usaha di pedesaan, bukan hanya tentang mencatat transaksi. Lebih dari itu, ini adalah tentang transparansi, tanggung jawab, dan pada akhirnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat. BUMDes, sebagai pusat ekonomi desa, memainkan peran vital dalam upaya ini. Namun, tanpa sistem keuangan yang jelas dan teratur, sulit bagi BUMDes untuk mencapai tujuannya. Di sinilah pentingnya penerapan sistem akuntansi yang tepat, meskipun berbasis offline.
“Penelitian ini mencoba mengurai benang kusut yang menghambat keberhasilan implementasi sistem akuntansi di desa-desa Indonesia. Berdasarkan survei yang melibatkan 336 responden, penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) melalui Smart PLS 3.0 untuk menganalisis data yang dikumpulkan. Dari analisis ini, beberapa temuan penting berhasil diidentifikasi, dan semuanya memberikan wawasan mendalam mengenai kondisi nyata di lapangan,” jelas Prof. Iskandar Muda.
Salah satu temuan utama menunjukkan bahwa pemahaman konsep dasar akuntansi, seperti Single-Entry dan Double-Entry, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan aplikasi akuntansi. Bagi masyarakat desa, yang mungkin belum terbiasa dengan konsep-konsep ini, tantangan terbesar adalah bagaimana membuat mereka memahami dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam konteks bisnis sehari-hari. Ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa BUMDes dapat menjalankan operasinya dengan lebih baik dan transparan.
“Namun, hambatan terbesar datang dari sumber daya manusia itu sendiri. Keterbatasan pengetahuan teknologi dan rendahnya tingkat literasi akuntansi membuat banyak desa tidak mampu mengadopsi sistem yang, meskipun offline, tetap memerlukan pemahaman mendasar tentang akuntansi,” kata Prof. Iskandar Muda. Hal tersebut menegaskan bahwa masalah bukan hanya pada teknologi, tetapi juga pada kesiapan sumber daya manusia di pedesaan. Tanpa pelatihan yang memadai, sistem akuntansi yang diterapkan hanya akan menjadi alat yang tidak dimanfaatkan secara optimal.
Sebuah harapan muncul dalam bentuk pelatihan aplikasi akuntansi. Pelatihan ini ternyata mampu menjadi variabel moderasi yang meningkatkan kesuksesan penerapan sistem akuntansi. Artinya, dengan memberikan pelatihan yang tepat kepada para pengelola BUMDes, peluang keberhasilan penerapan sistem akuntansi, baik offline maupun online, akan meningkat signifikan. Pelatihan ini tidak hanya fokus pada penggunaan aplikasi, tetapi juga pada pemahaman dasar tentang pentingnya pencatatan keuangan yang akurat dan transparan.
Secara praktis, penelitian ini memberikan pesan yang kuat kepada para pemangku kepentingan. Mereka harus memprioritaskan pengembangan sistem pelaporan keuangan offline yang mudah diakses oleh masyarakat desa. Hal ini tidak hanya akan memberdayakan sumber daya manusia di lembaga ekonomi pedesaan, tetapi juga menciptakan transparansi dan akuntabilitas yang sangat dibutuhkan. Dengan mengembangkan sistem yang disesuaikan dengan kondisi pedesaan, akan tercipta tata kelola keuangan yang lebih baik di tingkat desa, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
“Penelitian ini juga menawarkan model keberlanjutan yang menggabungkan beberapa dimensi penting, termasuk pemahaman konsep akuntansi, sumber daya manusia, keterampilan teknis, dan pelatihan. Model ini berfungsi sebagai peta jalan yang dapat diikuti oleh para pengambil kebijakan dan pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa penerapan sistem akuntansi offline dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan dampak positif bagi desa-desa di Indonesia,” jelas Prof. Iskandar Muda.
Namun, masalah ini tidak hanya berkisar pada teknologi dan akuntansi. Ada tantangan yang lebih besar dalam pengembangan pedesaan itu sendiri. Salah satu isu yang diangkat oleh penelitian ini adalah bagaimana intervensi pemerintah sering kali justru menghambat kreativitas dan inovasi lokal. Alih-alih mendorong masyarakat untuk berkreasi dan berinovasi, banyak program bantuan yang akhirnya menciptakan ketergantungan. “Masyarakat desa menjadi terbiasa dengan bantuan, tanpa pernah benar-benar belajar untuk mandiri. Ini merupakan tantangan besar bagi upaya pemberdayaan masyarakat desa, karena sejatinya, tujuan utama dari pemberdayaan adalah menciptakan kemandirian, bukan ketergantungan,” keluh Prof. Iskandar Muda.
BUMDes adalah salah satu instrumen paling penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dengan mengelola berbagai usaha yang bervariasi, mulai dari perdagangan hingga jasa, BUMDes diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, BUMDes harus memiliki sistem pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Tanpa sistem akuntansi yang baik, sulit bagi BUMDes untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan pihak eksternal, seperti investor atau pemerintah.
Keuntungan dari penerapan sistem akuntansi offline sangat jelas, terutama di daerah yang belum terjangkau oleh internet. Dengan sistem ini, desa-desa terpencil dapat tetap melakukan pencatatan keuangan tanpa perlu khawatir tentang koneksi internet. Namun, tentu saja, ada batasan yang harus dihadapi. Sistem akuntansi offline, misalnya, tidak memungkinkan akses jarak jauh, yang berarti setiap transaksi harus dicatat secara manual di tempat. Meskipun ini menjadi tantangan, untuk saat ini, solusi offline adalah yang paling realistis untuk daerah-daerah terpencil.
Selain itu, menurut Prof. Iskandar Muda, penerapan Sistem Informasi Akuntansi (AIS) yang baik sangat penting untuk mengumpulkan dan memproses data keuangan yang dapat mendukung pengambilan keputusan dalam organisasi. AIS bukan hanya alat, tetapi juga sistem yang mendukung manajemen dalam menjalankan fungsi pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien.
Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), penerapan sistem akuntansi yang baik di pedesaan sangat penting. Sistem ini tidak hanya mendukung peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa, tetapi juga memastikan bahwa pembangunan ekonomi yang terjadi tidak merusak kualitas sosial dan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi harus berjalan seiring dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.
Untuk mencapai pemberdayaan masyarakat yang efektif, penelitian ini mengusulkan tiga pendekatan utama, yaitu pendekatan terarah, kelompok, dan pendampingan. Pendekatan ini menekankan pentingnya upaya terorganisir untuk memastikan bahwa masyarakat desa dapat mencapai kemandirian, baik dalam hal ekonomi maupun dalam pengelolaan sumber daya mereka sendiri.
Dengan memperkuat kemampuan akuntansi di tingkat desa, tidak hanya BUMDes yang akan berkembang, tetapi juga seluruh komunitas yang ada di sekitarnya. “Transparansi dan akuntabilitas keuangan akan membawa perubahan besar, dari yang semula bergantung pada bantuan eksternal, menjadi mandiri dalam mengelola dan mengembangkan potensi ekonomi mereka sendiri. Pada akhirnya, ini adalah tentang bagaimana menciptakan desa yang kuat, mandiri, dan sejahtera. Dan semuanya dimulai dari sistem akuntansi yang sederhana namun efektif,” pungkas Prof. Iskandar Muda.
Detail Paper
- Departemen Akuntansi, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia