Kedelai Unggul dengan Silang Tiga Arah
Kedelai Unggul dengan Silang Tiga Arah
Diterbitkan oleh
Jumat, 22 November 2024
Diterbitkan pada
David Kevin Handel Hutabarat
Teknik persilangan tiga arah menciptakan varietas kedelai unggul yang lebih produktif dan tahan perubahan iklim. Inovasi ini mendukung ketahanan pangan dan keberlanjutan agrikultur di masa depan.
Di balik lauk tempe dan tahu yang kita nikmati sehari-hari, ada perjalanan panjang dari sebuah biji kedelai hingga akhirnya menjadi sumber protein yang kaya dan lezat. Namun, di balik popularitas kedelai, terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh para petani dan peneliti di bidang agrikultur. Iklim yang berubah-ubah, kualitas lahan yang menurun, dan serangan hama menjadi ancaman nyata yang memengaruhi produksi kedelai secara global. Meningkatnya kebutuhan pangan pun mempertegas perlunya inovasi baru agar kedelai dapat terus menjadi sumber pangan yang andal dan mudah diakses.
Menjawab tantangan ini, tim peneliti Universitas Sumatera Utara yang terdiri atas D.S. Hanafiah, K. Lubis, Haryati, H. Setiado, G.M. Damanik, M.S. Limbong, F.R. Silaen, Joshua, dan A. Lestami melakukan penelitian penting, yaitu mengembangkan varietas kedelai unggul melalui teknik persilangan tiga arah (three-way cross). Teknik ini tidak hanya menambah keragaman genetik, tetapi juga membuka jalan bagi terciptanya tanaman kedelai yang lebih tangguh, produktif, dan adaptif.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanafiah dan tim bertujuan untuk meningkatkan variabilitas genetik kedelai sehingga menciptakan varietas unggul yang mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang beragam. Dalam eksperimen ini, tiga varietas kedelai digunakan: Grobogan, Anjasmoro, dan Dega-1. Masing-masing varietas memiliki karakteristik unik—Grobogan dan Anjasmoro dikenal produktif, sementara Dega-1 memiliki tinggi tanaman yang lebih menjulang.
“Dengan mengombinasikan tiga varietas unggul—Grobogan, Anjasmoro, dan Dega-1—penelitian ini bertujuan menciptakan kedelai dengan kualitas terbaik dari masing-masing induknya. Harapannya, tanaman hasil persilangan ini bisa tumbuh subur di berbagai kondisi lingkungan, sambil tetap menghasilkan biji yang kaya nutrisi dan melimpah,” jelas Hanafiah.
Metode persilangan tiga arah (three-way cross) yang digunakan merupakan teknik yang melibatkan serangkaian langkah khusus, yaitu kastrasi, penyerbukan buatan, dan isolasi. Dengan lingkungan yang terkendali, peneliti mengawasi setiap tahapan dan faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan persilangan.
Berbagai parameter diukur dalam penelitian ini, seperti tinggi tanaman, jumlah polong, dan tingkat keberhasilan persilangan. Hasilnya, persilangan antara Grobogan dan Anjasmoro memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, mencapai 57,14%. Sementara itu, persilangan tiga arah antara keturunan F1 (Grobogan × Anjasmoro) dengan Dega-1 menunjukkan tingkat keberhasilan sebesar 35,37%.
“Menariknya, Dega-1 menunjukkan potensi pertumbuhan terbaik dengan tinggi tanaman dan jumlah polong yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor genetik dari Dega-1 berperan penting dalam menghasilkan tanaman yang lebih tangguh dan produktif,” papar Hanafiah.
Keberhasilan persilangan ini tidak terlepas dari peran kondisi lingkungan, kecocokan genetik, dan keahlian tim peneliti. Salah satu faktor penting adalah suhu optimal, yaitu antara 24–28°C, di mana suhu tersebut dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan. Kondisi cuaca yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menghambat proses penyerbukan, mengakibatkan polong yang kosong.
Hasil persilangan ini menunjukkan variasi yang menarik dalam jumlah polong produktif, jumlah biji per polong, dan berat total biji. Persilangan antara Grobogan dan Anjasmoro menghasilkan polong dan biji dengan bobot yang lebih tinggi, terutama karena dipengaruhi oleh kandungan nitrogen yang memadai di tanah. Hal ini menjadi penting, mengingat bobot biji berperan besar dalam menentukan hasil panen.
“Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknik persilangan tiga arah ini berhasil meningkatkan variabilitas genetik dan potensi hasil kedelai. Persilangan Grobogan × Anjasmoro terbukti paling efektif, sedangkan persilangan tiga arah memiliki potensi yang menjanjikan untuk program pemuliaan masa depan,” tutup Hanafiah.
Dengan variasi genetik yang lebih luas, diharapkan kedelai hasil persilangan ini dapat menjadi solusi bagi para petani dalam menghadapi tantangan agrikultur di masa depan. Diharapkan, dengan semakin banyak penelitian dan pengembangan di bidang ini, kedelai unggul yang lebih produktif dan tahan terhadap perubahan iklim dapat segera menjadi kenyataan. Penelitian ini mengingatkan kita betapa pentingnya inovasi dalam bidang pertanian untuk memastikan ketahanan pangan bagi generasi mendatang.
Detail Paper
- Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
- Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan